Sekilas tentang Hukum dan Etika Pers

1.    Pers saat ini

Beranjak pada kondisi pers di Indonesia saat ini, kebebasan pers seolah hanya menjadi wacana.  Kebebasan pers itu tidak otomatis dialami dalam suasana merdeka. Artinya, pers memang bebas melaporkan apa saja, tapi kebebasan melaporkan itu tidak merdeka karena ada intervensi dalam konteks internal pers. Kebebasan tapi tidak merdeka itu dapat dibuktikan dari peringkat "World Press Freedom Index 2012" yang dikeluarkan oleh Reporters Without Borders, terkait Indeks Kemerdekaan Pers.

Dalam pemeringkatan Indeks Kemerdekaan Pers itu, Indeks Kemerdekaan Pers Indonesia turun dari 117 pada tahun 2011 menjadi 146 pada tahun 2012. Padahal di seluruh pelosok negeri orang-orang ramai meneriakkan demokrasi yang berarti pemberitaan seharusnya bisa memperoleh kemerdekaannya. Kondisi ini sangat memprihatinkan apalagi jika mengingat masih tinggi angka kekerasan terhadap jurnalis, kasus pembunuhan terhadap jurnalis yang terakhir diberitakan media juga tidak jelas sanksi hokum terhadap pembunuhnya karena siapa pelakunya pun masih tertutupi kabut gelap. Aparat seolah tidak serius menanggapi kasus ini.

Selain kekerasan fisik, LBH Pers Surabaya juga menilai keputusan politik dan kebijakan negara juga menjadi ancaman kemerdekaan pers, di antaranya munculnya UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Undng-undang yang masih terbilang muda ini juga dianggap semakin mempersempit ruang gerak pers. 

Namun ada ancaman yang lebih besar selain ancaman eksternal yang telah disebutkan bagi kemerdekaan pers. Ancaman itu berasal dari dalam tubuh media, ancaman internal. Para pemilik modal dari media kini tidak lagi focus terhadap visi awalnya untuk mencerahkan masyarakat dengan informasi-informasinya tanpa memihak kepentingan tertentu. Sajian media massa haruslah netral, tapi jika pemilik modal sudah campur tangan dalam mengisi konten siaran dengan mengedepankan kepentingan pribadinya, hilanglah visi awal tersebut. Media hanya akan menjadi boneka bagi para pemilik modal dan orang-orang berkuasa yang notabene tidak pro rakyat dan hanya mengejar keuntungan pribadi semata.

Eksistensi pers saat ini sudah tidak bisa diharap lagi sebagai alat control kritis masyarakat tetapi sudah menjadi satu sector komoditi industry yang diorientasikan untuk mengakumulasi provit. Belum lagi para pemain politik yang juga mulai melirik kearah media untuk kepentingan partai dan pribadi mereka. Sudah lumrah saat ini pengusaha yang juga terjun ke ranah politik menggunakan media elektronik maupun konvensional, terutama televisi sebagai media promosinya sekaligus media yang dikuasainya. Benar, mempromosikan diri sendiri beserta partai yang menjadi ideologinya. 

Dengan begitu, hilanglah sifat media sebagai alat pencerah masyarakat yang netral dalam menyampaikan informasi.  Inilah ancaman bagi pers saat ini yang bisa merubah fungsi utama pers yang seharusnya menjadi alat pencerah yang mencerdaskan masyarakat menjadi alat bagi kepentingan pribadi suatu kelompok atau perseorangan, yang jelas mereka yang memiliki modal terbesar bisa menjadikan media sebagai bonekanya. Seperti itulah kira-kira kondisi pers dinegara kita tercinta ini saat ini.

2.    UU No. 40 dan KEJ (2006)
UU No. 40/1999 hanya  mengatur mengenai media massa cetak, sedangkan media massa elektronik diatur dalam UU No. 32/2002 tentang Penyiaran. Namun khusus mengenai kegiatan wartawan, baik wartawan cetak, elektronik, maupun online mengacu pada UU No. 40/1999, utamanya pasal 17 ayat (2).

UU ini  memuat  20 pasal disertai  penjelasan tiap pasal tersebut. Secara garis besar isi UU ini menjelaskan dan atau mengatur tentang: a)  lembaga /perusahaan pers,  b) peran dan fungsi lembaga pers, c) kewajiban lembaga pers, d)  pelaksanaan tugas wartawan, c)  rambu-rambu yang harus dipatuhi wartawan, d) pengawasan terhadap wartawan, serta e) sanksi terhadap  pelanggaran.
Kode etik jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) adalah suatu kode etik profesi wartawan Indonesia yang harus dipatuhi oleh para wartawan dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pekerja pers.

Kode Etik Jurnalistik adalah acuan moral yang mengatur tindak-tanduk seorang wartawan. Kode Etik Jurnalistik bisa berbeda dari satu organisasi ke organisasi lain, dari satu koran ke koran lain. Namun secara umum dia berisi jaminan tentang terpenuhinya tanggung-jawab seorang wartawan kepada publik pembacanya.

3.    KUHP dan KUHAP
KUHP merupakan singkatan dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang nama aslinya adalah  Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (WvSNI). Berdasarkan isinya, hukum dapat dibagi menjadi dua yaitu hukum privat dan hukum publik (C.S.T Kansil).Hukum privat adalah hukum yg mengatur hubungan orang perorang, sedangkan hukum publik adalah hukum yg mengatur hubungan antara negara dengan warga negaranya. KUHP dibentuk sebagai suatu aturan yang digunakan oleh Negara untuk menyelenggarakan ketertiban umum.

KUHP berlaku di Indonesia saat ini terbentuk sejak tahun 1915 (dalam bentuk kodifikasi) melalui Staatsblad 1915 No. 732. KUHP ini mulai berlaku sejak 1 Januari 1918 ketika Indonesia masih dalam penjajahan Belanda. Kodifikasi KUHP adalah selaras dengan Wetboek van Strafrecht (WVS) negeri Belanda. WVS bersumber dari Code Penal Perancis, dan Code Penal Perancis bersumber dari Hukum Romawi. Jadi, sumber KUHP sebenarnya dari Hukum Romawi. Hal ini tidak lepas dari adanya asas konkordasi (penyesuaian) dimana Negara jajahan akan mengikuti hukum yang berlaku di Negara penjajah. Prancis merupakan Negara jajahan Romawi, Belanda bekas jajahan Prancis dan Indonesia merupakan jajahan Belanda.

Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Hukum pidana formil mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materiil. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana formil telah disahkan dengan UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP) yang mengatur tentang hal-hal/tata cara pelaksanaan/proses hukum dalam prakteknya salah satunya di pengadilan.

4.    Hak Jawab
Hak Jawab adalah hak seseorang, sekelompok orang, organisasi atau badan hukum untuk menanggapi dan menyanggah pemberitaan atau karya jurnalistik yang melanggar Kode Etik Jurnalistik, terutama kekeliruan dan ketidakakuratan fakta, yang merugikan nama baiknya kepada pers yang memublikasikan.Hak Jawab berasaskan keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, dan profesionalitas. Pers wajib melayani setiap Hak Jawab.

Fungsi Hak Jawab adalah:
a.    Memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang akurat;
b.    Menghargai martabat dan kehormatan orang yang merasa dirugikan akibat pemberitaan pers;
c.    Mencegah atau mengurangi munculnya kerugian yang lebih besar bagi masyarakat dan pers;
d.    Bentuk pengawasan masyarakat terhadap pers.

Tujuan Hak Jawab untuk:
a.    Memenuhi pemberitaaan atau karya jurnalistik yang adil dan berimbang;
b.    Melaksanakan tanggung jawab pers kepada masyarakat
c.    Menyelesaikan sengketa pemberitaan pers;
d.    Mewujudkan iktikad baik pers.

Hak Jawab berisi sanggahan dan tanggapan dari pihak yang dirugikan. Hak Jawab diajukan langsung kepada pers yang bersangkutan, dengan tembusan ke Dewan Pers. Dalam hal kelompok orang, organisasi atau badan hukum, Hak Jawab diajukan oleh pihak yang berwenang dan atau sesuai statuta organisasi, atau badan hukum bersangkutan. Pengajuan Hak Jawab dilakukan secara tertulis (termasuk digital) dan ditujukan kepada penanggung jawab pers bersangkutan atau menyampaikan langsung kepada redaksi dengan menunjukkan identitas diri. Pihak yang mengajukan Hak Jawab wajib memberitahukan informasi yang dianggap merugikan dirinya baik bagian per bagian atau secara keseluruhan dengan data pendukung. Pelayanan Hak Jawab tidak dikenakan biaya.

5.    Hak Tolak
Definisi dari hak tolak sendiri berdasarkan UU No 40 Tahun 1999 adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya. Dalam UU No 40 Tahun 1999 tentang pers disebutkan bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud dari kedaulatan rakyat yang berasaskan pada prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum (Pasal 2). Ketentuan ini harus dibaca senafas dengan Pasal 4 yang menyebutkan bahwa Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara dan untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Untuk itu salah satu dari fungsi Hak Tolak adalah agar pers dapat berperan untuk mampu memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar, melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum dan memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Penggunaan hak tolak tidak bisa dicabut begitu saja oleh pengadilan atas nama penegakkan hukum dengan kata lain hak tolak ini bersifat mutlak karena berdasarkan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers dinyatakan bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum (Pasal 8). Jadi jika pada satu kasus seorang wartawan berhasil mewawancarai seorang koruptor yang buron misalnya dan menolak untuk memberikan info atasnya, wartawan tersebut tidak terkena sanksi hokum atas menyembunyikan boronan karena sudah dilindungi UU Pers dengan hak tolaknya.

Kalau hak tolak ini diabaikan, maka mudharatnya akan lebih banyak dibanding manfaatnya, kita bisa melihat bagaimana pengadilan memutuskan tentang pemberitaan bohong ketika wartawan tetap memegang teguh tentang hak tolak. Demikian juga dengan pengungkapan kasus korupsi ke publik akan lebih sulit disamping tidak ada whistle blower act (tidak ada tindakan), orang yang mengadukan korupsi ke media menjadi takut, karena hak tolak wartawan akan dengan semena-mena dicabut oleh pengadilan.

6.    Pembocoran Rahasia Negara dan Rahasia Keamanan Negara
Tindakan pembocoran rahasia Negara adalah suatu tindakan yang bisa merusak stabilitas suatu Negara. Tindakan itu juga bisa mengancam keamanan Negara, maka dari itu hal ini di antisipasi dengan serius dengan adanya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, intelijen Negara bertugas menjaga keamanan dan stabilitas Negara, dalam hal ini Negara Indonesia. Tindakan pembocoran rahasia Negara atau rahasia keamanan Negara akan diberi sanksi hokum sesuai UU No. 17 tahun 2011 tentang inteijen negara.

Kasus terkait hal ini adalah kasus Munir beberapa waktu lalu. Munir dianggap mengetahui rahasia intelijen dan dianggap dapat membahayakan stabilitas nasional, maka dalam hal ini bisa dikatakan Negara mengorbankan seorang Munir demi stabilitas dan keamanan Negara. Bagi siapa saja, baik orang maupun badan hukum dilarang membocorkan rahasia negara. Dalam hukum pidana yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap larangan, terdapat beberapa jenis delik. 

Jenis delik tersebut adalah sebagai berikut:
a.    Delik commisionis, yaitu delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan, ialah berbuat sesuatu yang dilarang, seperti pencurian, penggelapan, penipuan.
b.    Delik ommisionis, yaitu delik berupa pelanggaran terhadap perintah, ialah tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan/diharuskan, contohnya: tidak menghadap sebagai saksi di pengadilan (Pasal 522 KUHP), tidak memberikan pertolongan kepada orang yang memerlukan pertolongan.
c.    Delik commissionis per omissionen comissa, yaitu delik yang berupa pelanggaran, akan tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat, contohnya seorang ibu yang membunuh anaknya karena tidak meberi susu.

Wartawan atau awak media lainnya, berdasarkan UU Intelijen ini, dilarang membocorkan rahasia negara meskipun tugas dan wewenang pers adalah untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Selain dalam UU Intelijen ini, mengenai rahasia negara juga terdapat pembatasan yang cukup tegas dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik yang menerangkan bahwa hal yang bersifat rahasia merupakan hal yang dikecualikan diakses publik. Dengan demikian, bagi saya dari segi formulasi dan inti rumusan pasal berdasarkan kaidah hukum pidana tidak ada masalah yang berarti.



3 Hal Penunjang Kesuksesan Mahasiswa ala Prof. Samuh

Bandung, JB -  Guru besar Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof. Asep Saeful Muhtadi atau yang akrab dipanggil Prof. Samuh, mengatakan ada 3 hal utama yang harus dilakukan mahasiswa  untuk meraih kesuksesan ketika terjun ke dunia kerja di tengah-tengah masyarakat.

“Minimal ada 3 hal ang menjadi hal wajib bagi mahasiswa jika ingin sukses, pertama, harus menguasai bidang ilmu jurusannya. Kedua, akrabi teknologi terkini yang terkait dengan profesi jurusannya. Dan Ketiga, kuasai salah satu bahasa asing.” Ujar Prof. Asep Saepul Muhtadi saat berbincang bersama ASM. Romli pada satu kesempatan.

Jika ketiga hal tersebut sudah dikuasai oleh para mahasiswa, maka langkah mereka untuk menjadi sukses ditengah-tengah masyarakat, Insyaallah semakin dekat nyata.

Pohon Tumbang Rusak Mobil dan Rumah Toko

Rancaekek  (17/4) - Hujan es disertai angin kencang kembali mengguyur kabupaten Rancaekek selasa (16/4) lalu. Hujan es disertai angin kencang yang berlangsung sekitar setengah jam (15.00 – 16.30) ini meruntuhkan sebuah pohon karet yang cukup besar di pinggiran jalan raya Rancaekek – Majalaya, tepatnya di kampung Sukamanah.

Pohon karet yang berdiameter sekitar 50 cm dengan tinggi sekitar  5 meter ini menimpa sebuah mobil Toyoya Yaris yang sedang parkir disekitarnya hingga body mobil tersebut penyok-penyok. Pohon tumbang ini juga menimpa beberapa sepeda motor yang sedang parkir dan sebuah rumah toko yang berada tepat disampingnya hingga atap bangunan tersebut mengalami kerusakan yang cukup parah. Tidak ada korban jiwa dalam bencana ini.

Pohon karet yang cukup besar tersebut diduga tumbang karena angin yang begitu kencang juga karena kondisi pohon yang  sudah cukup tua. Hal itu terlihat dari tekstur dalam pohon yang sudah tidak padat dan rapuh.

Hujan lebat dengan es dan angin kencang ini juga menerbangkan sebagian atap rumah warga mulai dari yang berbahan asbes sampai atap yang ditutupi genting pun ikut beterbangan. Banjir dibeberapa ruas jalan terutama jalan-jalan di perumahan Bumi Rancaekek Kencana pun tak terelakkan.(Nita)

7 Pedoman untuk Jurnalis baru

7 Commandment for New Journalism (7 Pedoman untuk Jurnalis baru)

1.   There is no problem with Journalism.

Jurnalistik adalah sebuah bidang yang terkait dengan pers, berita dan wartawan. Dan berita merupakan salah satu kebutuhan sehari-hari bagi setiap orang siapa pun dan dimana pun yang tidak akan ada habisnya. Satu berita selesai dipublikasikan, maka akan muncul lebih banyak berita-berita lain yang menunggu untuk dipublikasikan. Jadi jangan takut terhadap bidang jurnalisme ini.

Masalah yang mungkin timbul adalah pada model bisnis yang mendukung jurnalisme itu sendiri. Lembaga sosial dan wahana komunikasi yang melaksanakan kegiatan jurnalistik adalah pers. Seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) UU Pokok Pers No. 40 Tahun 1999. Pers dalam arti luas disebut dengan media massa (cetak, auditif, audiovisual, dan online)

Don't Save Journalism - Save Honest Communication.
(Jangan melindungi jurnalisme, lindungilah komunikasi yang jujur)
- David Cohn, Founder Spot.us

2.   People pay for high quality journalism.

Dewasa ini, dunia perkembangan media massa secara kuantitas tidak dibarengi dengan kualitas. Jurnalisme beraroma kekerasan dan sensualitas kian mewarnai dunia media massa saat ini. Bagaimana tingkat kadar intelektual masyarakat meningkat apabila terus disuguhkan karya-karya jurnalistik yang tidak berbobot seperti itu.

Karena itu, jadilah jurnalis-jurnalis  yang berkualitas tinggi yang memiliki fisik yang kuat dan berintelektual tinggi agar mampu membuat karya jurnalistik yang tajam dan baik. Dengan jurnalisme yang berkualitas tinggi, orang-orang pun tak kan segan untuk membayar karya tersebut. Lihatlah The Economist, The New York Times, Wall Street Journal, New Yorker, Atlantic Monthly, Monocle.

3.   As long as you will cover the news in a no-bullshit way, you will do fine.

Selama kita membuat berita dengan baik dan benar, maka orang-orang akan datang untuk membaca berita kita. Jangan pernah membuat kebohongan dalam berita yang kita buat, selalu utamakan kejujuran, itulah kunci nomor satu seorang jurnalis agar ia tetap pada lajurnya sebagai seorang jurnalis dan mendapat kepercayaan dari public.

4.   Be a good, unique, and valuable journalist.

Jadilah seorang jurnalis yang baik. Membuat karya-karya yang unik, lain dari pada yang lain. Dan jadilah wartawan yang berharga, wartawan yang memiliki nilai jual yang tinggi. Yang dimaksud nilai jual tinggi disini adalah watawan yang selalu menyajikan berita-berita yang berharga yang dibutuhkan banyak orang, suatu peristiwa dibahas tepat pada waktunya sehingga bernilai jual dan bernilai guna tinggi.

5.   If you want to do journalism, launch a blog right now and get on with it.
 
Jika kamu ingin menjadi seorang jurnalis, maka buatlah sebuah blog dari sekarang dan berkaryalah lewat blog tersebut. Sajikan berita-berita yang up to date, menarik dan berkualitas. Buatlah artikel-artikel atau tulisan-tulisan yang berkualitas tinggi dan unik sehingga public tertarik untuk membaca isi dari blog kita.

If you are unique and fill a need, you will succeed.
(Jika anda unik dan memenuhi kebutuha, kamu akan sukses)

6.   Learn how to interact with people online

Jika sudah akrab dengan blog, belajarlah cara berinteraksi lewat blog tersebut. Salah satunya dengan menyedikan kolom komentar untuk para pembaca, mengadakan forum tanya-jawab, tersambung dengan jejaring sosial seperti facebook dan twitter atau yang lainnya sehingga kamu bisa mendorong partisipasi mereka dan melibatkan orang-orang di media sosial.

7.   Read good stuff.

Bacalah referensi-referensi bacaan yang baik. Dan jangan hanya jadi followers terhadap hal-hal baru, tetapi carilah hal baru yang masih orisinil dan jadi dirimu sendiri.
Bacalah posting blog orang-orang ini Jay Rosen, Nicholas Carr, Clay Shirky


Sumber :
Materi perkuliahan Jurnalistik online tanggal 2 Mei 2013 (dosen mata kuliah : A.S.M. Romli)
http://romelteamagazine.blogspot.com/
http://bighow.com/journalism

Dasar-Dasar Menulis Berita

Dasar-Dasar Menulis Berita

1.    Berita adalah laporan tercepat tentang suatu peristiwa penting dan menarik yang benar terjadi disertai dengan fakta dan data serta disebarluaskan oleh media berkala seperti surat kabar, radio, televisi atau media online. Berita merupakan laporan tentang fakta secara apa adanya (das Sein), bukan laporan tentang fakta bagaimana seharusnya (das Sollen). 

Berita adalah fakta objektif. Sebagai fakta objektif, berita harus terbebas dari intervensi siapa pun dan dari pihak mana pun termasuk dari kalangan jurnalis, editor, dan kaum investor media massa itu sendiri. Dalam suatu berita tidak diperbolehkan ada opini dari wartawan.

2.    Secara universal (artinya tidak hanya berlaku untuk surat kabar, tabloid dan majalah saja, tetapi juga berlaku untuk radio, televisi, film dan bahkan juga media online) berita ditulis dengan menggunakan teknik melaporkan (to report), dan mengacu kepada rumus 5W1H plus so what atau what next, yakni mengenai apa yang terjadi selanjutnya. 

Sebagai contoh jika ada berita tentang demo mahasiswa, berita belum cukup sampai dsitu melainkan harus di beritakan juga tentang respon pihak yang didemo dan bagaimana respon mahasiswa menanggapi respon pihak yang didemo tersebut.

3.    Pola baku penyusunan berita yakni piramida terbalik (Inverted Pyramid). Dalam pola Piramida terbalik pesan disusun secara deduktif. Kesimpulan dinyatakan terlebih dahulu pada paragraf pertama, baru kemudian disusul dengan penjelasan dan uraian yang lebih rinci pada paragraf-paragraf berikutnya. 

Paragraf pertama merupakan rangkuman fakta terpenting dari  seluruh uraian kisah berita. Biasanya berisi unsur apa (what), siapa (who), kapan (when), dan dimana (where). Kemudian pada paragraf selanjutnya dimuat unsur mengapa (why) dan bagaimana (how). Pada paragraph terakhir baru dijelaskan unsure what next. Dengan demikian, apabila paragraf pertama merupakan pesan berita sangat penting, maka paragraf selanjutnya masuk pada kategori penting, cukup penting, kurang penting, agak kurang penting dan sama sekali tidak penting. Rumusnya, semakin ke bawah semakin tidak penting.

4.    Struktur berita : head (judul) , lead, content/body.

a.    Head
Head adalah judul berita. Judul berita merupakan identitas berita. Syarat-syarat judul yang baik diantaranya adalah :
•    padat, terdapat unsure subjek dan predikat
•    ringkas
•    mencerminkan isi
•    menghindari kalimat Tanya
•    lazim diawali what dan who

b.    Lead
Lead adalah teras berita, yaitu paragraf pertama yang memuat fakta atau informasi terpenting dari keseluruhan uraian berita. Biasanya diawali dengan unsur siapa (who) dan atau unsur apa (what). Syarat-syarat lead yang baik :

•    Tidak memulai lead dengan where dan when. Mulailah dengan who or what
•    Jangan memulai lead dengan there or this
•    Berita harus terdiri dari kalimat-kalimat pendek dan sederhana
•    Mengindahkan bahasa-bahasa baku
•    Satu gagasan satu kalimat
•    Hindari kata sedang, akan dan lalu
•    Gunakan pola ini : write – rewrite – revice – rewrite – revice – edit - edit

c.    Body adalah badan berita, yaitu paragraf ke-2 dan selanjutnya yang memuat fakta atau informasi penambah atau pelengkap keterangan. Pada badan berita biasanya memuat unsur bagaimana (how) dan mengapa (why).


5.    Jenis-jenis berita : event news dan opinion news

Sumber :

Materi perkuliahan Jurnalistik online tanggal 2 Mei 2013 (dosen mata kuliah : A.S.M. Romli)
Sumadiria, AS Haris. 2011. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan feature Panduan Praktis Jurnalis Prodesional. Cetakan ke-4. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.

Majelis Hakim tidak Lengkap, Tuntutan Dipertimbangkan



Bandung-Jebe News, sidang lanjutan kasus pemalsuan mata uang dan uang kertas terhadap terdakwa Erwin Hidayat bin Adun kembali dilaksanakan di Pengadilan Negeri Bandung, Jl. L.L.R.E. Martadinata No. 74-80 Bandung, Kamis (2/5). Agenda sidang keempat ini adalah pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum, Suriyani, S.H.

Jaksa menyatakan bahwa terdakwa dituntut dengan hukuman satu tahun penjara dan dijerat dengan pasal 245 KUHP tentang pemalsuan mata uang dan uang kertas. Namun, hakim ketua, GN. Arthanaya, MH. tidak dapat memberikan keputusan tuntutan tersebut dikarenakan majelis hakim yang tidak lengkap. “ Berhubung majelis hakim tidak lengkap yaitu, hakim anggota satu dan dua yang tidak dapat hadir jadi keputusan tuntutannya akan kami pertimbangkan lagi dan sidang kami tunda sampai Selasa depan”, tegasnya. Sidang yang baru berjalan sekitar lima menit pun ditutup dan akan kembali digelar pada Selasa depan.

Sebelumnya, pada sidang ketiga, Kamis lalu dengan agenda menghadirkan seorang saksi yaitu Asep Yasa (36). Di depan majelis hakim, saksi yang merupakan penangkap terdakwa juga anggota Polri itu menceritakan kronologi kejadian dengan disumpah terlebih dahulu. Asep menyatakan bahwa peristiwa terjadi pada tanggal 16 Januari 2013 sekitar pukul 03.00 WIB ketika dia sedang bertugas menjaga kemanan salah satu Bank swasta di daerah Jl. Buah Batu.

“Ketika itu saya sedang tugas berjaga di Bank, lalu melihat ada keributan di warung nasi goreng yang kebetulan jaraknya dekat dengan tempat jaga saya. Saya pun datang kesana dan melihat terdakwa yang sudah dipukuli dan mengalami luka di bagian kepala.” ujar Asep.

Setelah dapat melerai keributan tersebut, Asep mendapat keterangan bahwa terdakwa membayar nasi goreng yang dibelinya dengan uang palsu. Kemudian Asep mengamankan terdakwa ke kantor polisi terdekat untuk diselidiki. Setelah diselidiki ternyata terdakwa memiliki 12 lembar uang palsu dengan pecahan Rp.100.000.

“Saya menemukan barang bukti berupa uang palsu 100 ribuan berjumlah 12 lembar. Dua lembar di saku celana terdakwa dan 10 lembar lagi di bawah motornya.” tambah Asep.

Sementara itu, terdakwa mengaku mendapatkan uang palsu tersebut dari temannya, Riki yang berasal dari Jakarta. Mereka bertemu di Caringin untuk melakukan transaksi, terdakwa membayar Rp. 400.000 untuk 12 lembar uang palsu.

Terdakwa menyatakan bahwa dirinya bukan anggota jaringan uang palsu yang sedang beredar dimana-mana. Dia hanya ingin mendapatkan keuntungan saja. “Saya benar-benar menyesal. Tadinya saya hanya ingin mendapatkan keuntungan tapi malah buntung.” keluhnya.

Hakim ketua pun menegaskan bahwa kasus narkoba dan uang palsu apalagi jaringannya tidak boleh disepelekan dan sungguh sangat merugikan serta merusak Negara.

Mengenal Meta Tag

Meta tag adalah sejumlah kata atau kalimat yang menggambarkan profil atau content sebuah blog atau website. Meta tag adalah tanda pengenal untuk mesin pencari bagi pengguna. Meta tag adalah salah satu bagian dari SEO on page. Ada 2 jenis meta tag yang paling umun yaitu meta tag deskripsi dan meta tag keyword. Meta tag bisa digunakan untuk berkomunikasi dengan robot serch engine.

Meta tag deskripsi adalah deskripsi umum tentang web atau blog. sedangkan meta tag keyword adalah kata kunci yang bisa menuntun search engine untuk menemukan suatu blog.

 Lain dengan pendapat diatas, bapak ASM. Romli mengatakan setidaknya ada 3 bagian penting dalam meta tag, yakni :
  1. page title, adalah nama dari blog atau website.
  2. description, diisi dengan deskripsi dari blog/website yang bersangkutan. maximal character-nya 60 character.
  3. meta keyword, kata-kata kunci yang ada dalam content blog.
selain ketiga hal diatas masih ada hal-hal lainnya juga seperti author dan copyright.

Blog sebagai Wadah Jurnalisme Warga

Jurnalisme warga atau yang saat ini populer dengan istilah citizen journalism merupakan partisipasi masyarakat di ranah jurnalistik. Adanya citizen journalism memungkinkan seseorang bisa berbagi informasi, dalam hal ini berita, walaupun ia bukan seorang wartawan an beberapa (tidak berprofesi sebagai wartawan).

Pengaplikasian dari citizen journalism sudah bisa kita saksikan di berbagai media baik media konvensional (media cetak) maupun media elektronik. Rekaman berita tentang suatu peristiwa yang sudah dibuat oleh masyarakat kemudian dikirimkan ke redaksi berita pada suatu stasiun televisi untuk kemudian  di tayangkan sebagai citizen journalism pada tayangan berita yang bersangkutan. di beberapa media cetakpun telah ada rubrik citizen journalism yang memungkinkan masyarakat berpartisipasi dan berperan aktiv dalam berbagi berita.

Dalam jurnalistik online, fasilitas bagi para pelaku citizen journalism bukan hanya dibawah naungan media. Pengguna internet sudah difasilitasi dengan keberadaan blog, sehingga bisa lebih leluasa dalam berbagi informasi.

walaupun blog sudah diakui sebagai bagian dari ranah jurnalistik, pengguna blog/blogger belum bisa bernafas lega. hal itu karena para blogger tidak lindungi oleh undang-undang pers, sehingga mereka harus ekstra hati-hati dalam membuat tulisan/informasi yang ingin mereka publikasikan. Jangan sampai informasi yang mereka publikasikan menyinggung pihak-pihak tertentu, karena blogger akan  mendapat tindak pidana dan tidak ada perlindungan UU Pers atas dirinya. 

Sekilas tentang Jurnalistik Online

Jadi setelah saya membaca dari berbagai sumber, singkatnya jurnalistik online itu adalah proses penyampaian informasi yang di publikasikan melalui media internet. Proses disini mulai dari mencari, mengumpulkan, mengolah dan menyajikan informasi. perbedaannya dengan jurnalistik yang lain seperti jurnalistik radio atau TV, ya itu tadi, publikasinya melalui media internet, jadi bisa diakses kapan saja, asalkan ada jaringan internetnya.

Jurnalistik online disebut juga cyber journalism, jurnalistik internet dan jurnalistik web. Jurnalistik online ini merupakan generasi baru dalam ranah jurnalistik setelah jurnalistik konvensional (media  cetak) dan jurnalistik penyiaran.

Jurnalistik online disebut-sebut sebagei jurnalistik masa depan karena jurnalistik online ini mengahdirkan sesuatu yang baru. dalam jurnalistik online, prinsip media cetak dan prinsip penyiaran bisa digunakan bersamaan disini. artinya jurnalistik online tidak hanya dapat menyajikan berita dalam bentuk teks tetapi bisa juga dalam bentuk video (live report).

Ini dia prinsip jurnalistik online dalam buku jurnalistik online ASM. Romli :
  1. keringkasan (brevity), mengapa harus ringkas? karena disesuaikan dengan kehidupan manusia dan tingkat kehidupannya yang makin tinggi?
  2. kemampuan beradaptasi (adaptability), hal ini menyangkut penyediaan format suara (audio), vidio, gambar dan lain-lain dalam suatu berita.
  3. dapat dipindai (scannability), hl ini semata-mata untuk memudahkan para audiens, agar pembaca tidak perlu merasa terpaksa dalam membaca informasi atau berita.
  4. interaktivitas (interaktivity), viewer disini simungkinkan juga untuk menjadi user. publik bisa langsung berkomunikasi dengan jurnalis.
  5. komunitas dan percakapan (community and conversation)

etika komunikasi dalam perspektif umum dan Islam



“Etika Komunikasi dalam Perspektif Umum dan Islam“

BAB I

Pendahuluan

Setiap pribadi atau komunitas pasti memiliki nilai yang diyakini, itu berarti kita akan berbicara mengenai nilai atau etika yang dianut seseorang atau komunitas tertentu, sama halnya ketika berbicara mengenai komunikasi insani.

Persoalan etika yang potensial selalu melekat dalam setiap bentuk komunikasi antarinsan sehingga komunikasi dinilai sangat berpengaruh terhadap manusia lain sehingga seorang komunikator secara sadar memilih cara-cara berkomunikasi guna mencapai tujuan yang diinginkannya. Tujuannya bisa berupa menyampaikan informasi, memengaruhi orang lain, meningkatkan pemahaman seseorang, atau mengubah tingkah laku orang.

Pentingnya etika dalam proses komunikasi bertujuan agar komunikasi kita berhasil dengan baik (komunikatif) dan terjalinnya hubungan yang harmonis antara komunikator dan komunikan. Hubungan akan terjalin secara harmonis apabila antara komunikator dan komunikan saling menumbuhkan rasa senang. Rasa senang akan muncul apabila keduanya saling menghargai, dan penghargaan sesama akan lahir apabila keduanya saling memahami tentang karakteristik seseorang dan etika yang diyakini masing-masing.



BAB II

Pembahasan

Johannesen (1996: 11) menyatakan bahwa komunikasi yang etis bukan hanya serangkaian keputusan yang cermat dan reklektif, serta berkomunikasi dengan cara yang bertanggungjawab dan etis, melainkan penerapan kaidah-kaidah etika secara berhati-hati, kadang-kadang tidak mungkin dilakukan. Tekanan yang dihadapi mungkin saja terlalu besar atau batas waktunya terlalu dekat untuk membuat suatu keputusan sehingga tidak ada waktu yang cukup untuk mempertimbangkan secara mendalam atau kita kurang memahami kriteria etika yang relevan untuk diterapkan. Situasinya mungkin begitu unik sehingga kriteria yang dapat diterapkan tidak segera terlintas dalam benak. Dalam saat-saat kritis, keputusan kita mengenai komunikasi etis muncul bukan dari pertimbangan yang mendalam, melainkan lebih dari karakter yang terbentuk dalam diri kita sendiri.

Dalam skema besar filsafat, etika terletak pada aspek aksiologi. Etika komunikasi dengan sendirinya merupakan bagian dari etika. Maka dalam hubungannya dengan filsafat komunikasi, aksiologi merupakan suatu kajian terhadap nilai-nilai dan kajian terhadap cara mengekspresikan dan melembagakan nilai-nilai tersebut.

Etika komunikasi merupakan bagian dari upaya untuk menjamin otonomi demokrasi. Etika komunikasi tidak hanya berhenti pada masalah perilaku aktor komunikasi (wartawan, editor, agen iklan, dan pengelola rumah produksi). Etika komunikasi berhubungan juga dengan praktek institusi, hukum, komunitas, struktur sosial, politik dan ekonomi. Lebih dari itu, etika komunikasi selalu dihadapkan dengan berbagai masalah, yaitu antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab terhadap pelayanan publik. Etika komunikasi memilik tiga dimensi yang terkait satu dengan yang lain, yaitu:

*      Aksi Komunikasi

Aksi komunikasi merupakan dimensi yang langsung terkait dengan perilaku aktor komunikasi. Perilaku aktor komunikasi hanya menjadi salah satu dimensi etika komunikasi, yaitu bagian dari aksi komunikasi. Aspek etisnya ditunjukkan pada kehendak baik yang diungkapkan dalam etika profesi dengan maksud agar ada norma intern yang mengatur profesi. Aturan semacam ini terumus dalam deontologi jurnalisme. Mudah sekali para aktor komunikasi mengalihkan tanggung jawab atau kesalahan mereka pada sistem ketika dituntut untuk mempertanggungjawabkan elaborasi informasi yang manipulatif, menyesatkan publik atau yang berbentuk pembodohan.

*      Sarana

Pada tingkat sarana, analisis yang kritis, pemihakan kepada yang lemah atau korban, dan berperan sebagai penengah diperlukan karena akses ke informasi tidak berimbang, serta karena besarnya godaan media ke manipulasi dan alienasi. Dalam masalah komunikasi, keterbukaan akses juga ditentukan oleh hubungan kekuasaan. Pengunaan kekuasaan dalam komunikasi tergantung pada penerapan fasilitas baik ekonomi, budaya, politik, atau teknologi (bdk. A. Giddens, 1993:129). Semakin banyak fasilitas yang dimiliki semakin besar akses informasi, semakin mampu mendominasi dan mempengaruhi perilaku pihak lain atau publik. Negara tidak bisa membiarkan persaingan kasar tanpa bisa membiarkan persaingan kasar tanpa penengah diantara para aktor komunikasi maupun pemegang saham. Pemberdayaan publik melalui asosiasi warga negara, class action, pembiayaan penelitian, pendidikan untuk pemirsa, pembaca atau pendengar agar semakin mandiri dan kritis menjadi bagian dari perjuangan etika komunikasi.

*      Tujuan

Dimensi tujuan menyangkut nilai demokrasi, terutama kebebasan untuk berekspresi, kebebasan pers, dan juga hak akan informasi yang benar. Dalam negara demokratis, para aktor komunikasi, peneliti, asosiasi warga negara, dan politisi harus mempunyai komitmen terhadap nilai kebebasan tersebut. Negara harus menjamin serta memfasilitasi terwujudnya nilai tersebut.

A.    Etika Komunikasi Antarpersona

John Condon (dalam Johannesen, 1996: 148) mengkaji sejumlah besar isu etika secara khas muncul dalam suasana komunikasi antarpersona: keterusterangan, keharmonisan sosial, ketepatan, kecurangan konsistensi kata dan tindakan, menjaga kepercayaan, dan menghalangi komunikasi. Untuk membahas tema-tema etika ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.       Dalam berkomunikasi hendaklah jujur dan terus terang dengan keyakinan dan perasaan pribadi yang sama-sama dimiliki. Layaknya kita ingin mengatakan “tidak” berarti “tidak”; kita ingin oramg yang tidak mengerti mengatakan tidak mengerti, dan orang yang tidak setuju mengungkapkan ketidaksetujuan itu secara langsung.

2.      Dalam setiap kelompok dan budaya dimana saling ketergantungan dinilai lebih baik daripada individualistis, menjaga keharmonisan hubungan sosial lebih etis daripada menyatakan kepentingan dan pikiran kita.

3.       Informasi disampaikan dengan tepat, dengan tidak kehilangan atau penyimpangan minimum dari makna yang dimaksudkan.

4.      Kecurangan yang disengaja umumnya tidak etis.

5.      Petunjuk verbal dan nonverbal, kata-kata dan tindakan, hanya konsisten dalam makna yang disampaikan.

6.      Biasanya tidak etis bila dengan sengaja menghalangi proses komunikasi, seperti memotong pembicaraan seseorang sebelum ia selesai mengutarakan masalahnya, mengganti subjek ketika orang lain benar-benar masih mempunyai banyak hal untuk dikatakan, atau secara nonverbal mengalihkan orang lain dari subjek yang dimaksudkan.

Ronal Arnett menawarkan konsep lain sebagai standar etika komunikasi antarpersona, yakni:

1.       Kita terbuka terhadap informasi yang merefleksikan perubahan konsepsi diri sendiri atau orang lain.

2.      Aktualisasi diri atau pemenuhan diri partisipan harus didukung jika semuanya memungkinkan.

3.       Kita harus memperhitungkan emosi dan perasaan diri kita sendiri.

Dari pendapat Condon dan Arnett tersebut dapat dipahami bahwa dalam melakukan proses komunikasi antarpersona yang paling penting, yaitu:

1.       Pesan dan informasi itu disampaikan apa adanya, jujur dan terbuka agar komunikan dapat memberikan respons yang lengkap sehingga komunikator akan mengambil keputusan untuk memberikan respons yang tepat dan lengkap. Kejujuran dalam komunikasi tidak hanya untuk komunikator, tetapi berlaku juga untuk komunikan.

2.      Berikan waktu seluas-luasnya kepada komunikan untuk menyampaikan pendapatnya. Sering terjadi komunikasi yang tidak harmonis karena komunikator dan komunikan saling memotong pembicaraan, bahkan saling menjegal. Disini kita harus memiliki sikap empati dan saling menghargai posisi masing-masing.

3.       Fokuskan perhatian dan perasaan pada tema pembicaraan. Hindari sikap acuh tak acuh, menyepelekan orang, dan menganggap rendah komunikan.

4.      Tumbuhkan saling percaya dan saling bergantung bahwa kita orang baik dan dia juga orang baik. Yang dimaksud bergantung adalah kita menganggap penting dia, dan dia juga merasa penting dengan kita.

5.      Perhatikan perilaku nonverbal, seperti tatapan mata yang menyenangkan, mimik muka yang bersahabat, senyuman, dan perilaku nonverbal lainnya.

Oleh karena itu, dalam konteks tertentu perilaku nonverbal lebih bisa dipercaya daripada kata-kata. Dengan demikian, perilaku nonverbal jangan dianggap sepele, bahkan perlu diperhatikan secara cermat karena dianggap sebagai respons yang sesungguhnya.

B.     Etika Komunikasi Antarbudaya

Agar terciptanya komunikasi antarbudaya yang berhasil, kita harus menyadari faktor-faktor budaya yang memengaruhi komunikasi kita, baik dari budaya kita maupun dari budaya pihak lain. Kita tidak hanya perlu memahami perbedaan-perbedaan budaya, tetapi juga persamaan-persamaannya. Tidak ada standar etika komunikasi antarbudaya yang baku.

K.S Sitaram dan Roy Cogdell (Johannesen, 1996; 231) menyajikan standar etika komunikasi antarbudaya sebagai berikut:

1.       Memperlakukan budaya khalayak dengan penghormatan yang sama diberikan terhadap budaya sendiri.

2.      Memahami landasan budaya dan nilai-nilai orang lain.

3.       Tidak pernah menganggap lebih tinggi standar etika yang diyakininya dibandingkan dengan etika orang lain.

4.      Berusaha keras memahami kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan orang lain.

5.      Menghargai cara berpakaian orang-orang dari budaya lain.

6.      Tidak memandang rendah orang lain karena ia berbicara dengan aksen yang berbeda dengan aksen seseorang.

7.       Tidak menciptakan suasana untuk menebalkan stereotip tentang orang lain.

8.      Tidak memaksakan nilai yang diyakininya kepada orang lain yang berbeda budaya.

9.      Berhati-hati dengan simbol nonverbal yang digunakan pada budaya orang lain.

10.   Tidak berbicara dengan bahasa yang sama dengan orang dari budaya yang sama di hadapan orang yang tidak mengerti bahasa tersebut.

                Dari standar etika yang dikemukakan tersebut, dapat disimpulkan bahwa standar etika dapat dikategorikan ke dalam tiga hal yaitu:

1.       Kognitif (pengetahuan) tentang budaya lain, Menurut Mulyana (1999: 13) ketika kita berkomunikasi dengan orang dari suku, agama, atau ras yang berbeda, kita dihadapkan dengan sistem nilai atau aturan yang berbeda. Oleh karena itu, memahami sistem nilai orang lain adalah suatu keharusan.

2.      Afektif (sikap) terhadap budaya lain, hendaknya menghargai dan tidak memandang rendah budaya lain serta harus memperhatikan perilaku nonverbal. Arnold Ludwig dalam bukunya, menggaris bawahi setiap implikasi etika beberapa dimensi komunikasi nonverbal: kebohongan tidak hanya ditemukan dalam pernyataan verbal.

3.       Psikomotorik (perilaku), berkomunikasi dengan orang yang berbeda budaya perlu menghormati budaya tersebut dengan segala aspeknya, serta perlu menghindari stereotip. Dengan demikian, stereotip antarsuku, agama, dan ras harus ditinggalkan dengan mengedepankan persamaan dan saling menghormati perbedaan di antara kita. Sehingga pada gilirannya komunikasi diantara budaya yang berbeda akan berjalan baik.

C.     Etika Komunikasi Massa

Seseorang yang berkomunikasi melalui media massa, baik pimpinan redaksi, wartawan, penulis, pengisi kolom, mereka tidak atas nama diri mereka sendiri (tv, radio, Koran, atau majalah), tetapi mengatasnamakan lembaga/ media tempat mereka bekerja. Oleh karena itu, mereka perlu memahami norma-norma yang berlaku dalam komunikasi massa. Namun, masalahnya tidak ada standar etika khusus dalam komunikasi massa yang dikemukakan para ahli.

Paling tidak ada beberapa rumusan sederhana yang dirangkum dari beberapa pendapat pakar komunikasi mengenai etika dalam komunikasi massa, yaitu:

1. Berkaitan dengan informasi yang benar dan jujur sesuai fakta sesungguhnya.

2. Berlaku adil dalam menyajikan informasi, tidak memihak salah satu golongan.

3. Gunakan bahasa yang bijak, sopan dan hindari kata-kata provokatif.

4. Hindari gambar-gambar yang seronok.

Dalam konteks ini, tentunya semua standar tersebut lebih relevan diterapkan bagi pers yang menganut pers bebas dan bertanggung jawab seperti di Indonesia dan di negara-negara Timur lainnya. Mungkin bagi negara-negara yang menganut pers bebas seperti di Amerika dan di Barat hal ini tidak berlaku sebab mereka memiliki standar etika yang berbeda.

D.    Etika Komunikasi dalam Perspektif Islam

Dalam persperktif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi yang berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Qur’an dan hadits. A. Muis (2001:720) mengatakan komunikasi islami memiliki perbedaan dengan non-islami. Perbedaan itu lebih pada isi pesan (content) komunikasi yang harus terikat perintah agama, dan dengan sendirinya pula unsur content mengikat unsure komunikator. Artinya, komunikator harus memiliki dan menjunjung tinggi nilai-nilai etika dalam menyampaikan pesan berbicara, berpidato, berkhotbah, berceramah, menyiarkan berita, menulis artikel, mewawancarai, mengkritik, melukis, menyanyi, bermain film, bermain sandiwara di panggung pertunjukan, menari, berolahraga, dan sebagainya.

Kemudian, seorang komunikator tidak boleh menggunakan simbol-simbol atau kata-kata yang kasar, yang menyinggung perasaan komunikan atau khalayak, juga tidak boleh memperlihatkan gerak-gerik, perilaku, cara pakaian yang menyalahi kaidah-kaidah agama.

Untuk lebih jelasnya, dapat ditemukan beberapa prinsip etika komunikasi dalam Al-Qur’an dan hadits, antara lain:

1.       …. dan berkatalah kamu kepada semua manusia dengan cara yang baik (QS. Al-Baqarah: 83).

2.      Perkataan yang baik dan pemberi maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan perasaan (QS. Al-Baqarah: 263).

3.       ……sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu…. (QS. Ali Imran: 154).

4.      Allah tidak menyukai ucapan yang buruk (yang diucapkan) terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya (QS. An-Nisaa: 154).

5.      Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut…. (QS. Thaahaa: 44).

6.      Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku supaya mereka mengucapkan perkataan yang baik (benar) (QS. An-Nahl: 53).

7.       Serukanlah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik pula (QS. An-Nahl: 125).

8.      Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu menyatakan apa yang tidak kamu lakukan? Amat besar murka Allah apabila kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan (QS. An-Naba’: 2-3).

9.      Dan hamba-hamba yang baik dari Tuhan Yang Maha Penyayang itu ialah orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahat menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung keislaman) (QS. Al-Furqaan: 63).

10.   Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang yang lain di antara mereka (QS. Al-‘Ankabuut: 460).

Di dalam hadits Nabi juga, ditemukan prinsip-prinsip etika komunikasi, bagaimana Rasulullah saw mengajarkan berkomunikasi kepada kita. Sabda Nabi bisa ditafsirkan bahwa dalam berkomunikasi hendaklah bersikap jujur, terbuka dan benar, walau dalam penyampaian kebenaran itu penuh risiko.  Pembicaraan kita juga hendaklah yang baik dan benar sehingga bermanfaat bagi yang lain. Kalau tidak bermanfaat, diam adalah alternatif yang terbaik.

Selanjutnya, janganlah berbicara sebelum berpikir terlebih dahulu, artinya apabila kita ingin berkomunikasi dengan orang lain, tidak asal berbicara, harus berhati-hati dan memiliki manfaat bagi orang lain. Nabi juga menganjurkan berbicara yang baik-baik saja, dalam konteks ini Nabi mengingatkan kepada kita untuk tidak membicarakan aib orang lain di saat dia tidak ada di hadapan kita.

Nabi berpesan “Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang….yaitu mereka yang menjungkir balikkan (fakta) dengan lidahnya seperti seekor sapi yang mengunyah-ngunyah rumput dengan lidahnya. Pesan Nabi saw tersebut bermakna luas bahwa dalam berkomunikasi hendaklah sesuai dengan fakta yang kita lihat, kita dengar, dan kita alami. Jangan sekali-kali berbicara memutarbalikan fakta, yang benar dikatakan salah dan yang salah dikatakan benar. Bila ini terjadi, kita telah melakukan kebohongan besar, dan pantas disebut sangat tidak bermoral. Selain tidak etis dalam berkomunikasi, juga telah berbuat dosa besar.

Prinsip-prinsip etika tersebut, sesungguhnya dapat dijadikan landasan bagi setiap muslim – ketika melakukan proses komunikasi, baik dalam pergaulan sehari-hari, berdakwah, maupun aktivitas-aktivitas lainnya. Prinsip ini juga dapat membantu memelihara hubungan yang harmonis di antara sesama kita. Membangun komunitas sosial yang damai, tenteram dan sejahtera sehingga terbentuk peradaban manusia yang tinggi.

Etika Komunikasi Dalam Al-Quran dan Hadits

Menurut A. Samover “ We Cannot Not Communicate” oleh karena itu,manusia tidak dapat terhindar dalam interaksi sesamanya. Soal cara (kaifiyah), dalam Al-Quran dan Al-Hadits ditemukan berbagai panduan agar komunikasi berjalan dengan baik dan efektif. Kita dapat mengistilahkannya sebagai kaidah, prinsip, atau etika berkomunikasi dalam perspektif Islam.

Kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam ini merupakan panduan bagi kaum muslim dalam melakukan komunikasi, baik dalam komunikasi intrapersonal, interpersonal dalam pergaulan sehari hari, berdakwah secara lisan dan tulisan, maupun dalam aktivitas lain.

Dalam berbagai literatur tentang komunikasi Islam kita dapat menemukan setidaknya enam jenis gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam, yakni :

1.      Qaulan Sadida

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Qaulan Sadida –perkataan yang benar” (QS. 4:9)

Sadied menurut bahasa berarti yang benar, tepat. Al-Qosyani menafsirkan Qaulan Sadida dengan : kata yang lurus (qowiman); kata yang benar (Haqqan); kata yang betul, correct,tepat (Shawaban). Al-Qasyani berkata bahwa sadad dalam dalam pembicaraan berarti berkata dengan kejujuran dan dengan kebenaran dari situlah terletak unsur segala kebahagiaan, dan pangkal dari segala kesempurnaan; karena yang demikian itu berasal dari kemurnian hati. Dalam lisanul A’rab Ibnu Manzur berkata bahwa kata sadied yang dihubungkan dengan qaul (perkataan) mengandung arti sebagai sasaran.

Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan diatas,dapatlah dikatakan bahwa yang dihubungkan dengan kegiatan penyampaian pesan dakwah adalah model dari pendekatan bahasa dakwah yang bernuansa persuasife. Moh. Natsir dalam Fiqhud dakwahnya mengatakan bahwa, Qaulan Sadida adalah  perkataan lurus (tidak berbeli-belit), kata yang benar,keluar dari hati yang suci bersih, dan diucapkan dengan cara demikian rupa, sehingga tepat mengenai sasaran yang dituju yakni sehingga panggilan dapat sampai mengetuk pintu akal dan hati mereka yang di hadapi.

Dari segi substansi, komunikasi Islam harus menginformasikan atau menyampaikan kebenaran, faktual, hal yang benar saja, jujur, tidak berbohong, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta. Dari segi redaksi, komunikasi Islam harus menggunakan kata-kata yang baik dan benar, baku, sesuai kadiah bahasa yang berlaku. Dari segi redaksi, komunikasi Islam harus menggunakan kata-kata yang baik dan benar, baku, sesuai kadiah bahasa yang berlaku.

Seorang muslim berkata harus benar, jujur tidak berdusta. Karena sekali kita berkata dusta, selanjutnya kita akan berdusta untuk menutupi dusta kita yang pertama, begitu seterusnya, sehingga bibir kita pun selalu berbohong tanpa merasa berdosa. Siapapun tak ingin dibohongi, seorang istri akan sangat sakit hatinya bila ketahuan suaminya berbohong, begitu juga sebaliknya. Rakyat pun akan murka bila dibohongi pemimpinnya. Juga tidak kalah penting dalam menyampaikan kebenaran, adalah keberanian untuk bicara tegas, jangan ragu dan takut, apalagi jelas dasar hukumnya yaitu  Al Quran dan hadits.

 “Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta” (QS. Al-Hajj:30).

“Hendaklah kamu berpegang pada kebenaran (shidqi) karena sesungguhnya kebenaran itu memimpin kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga” (HR. Muttafaq ‘Alaih).

“Katakanlah kebenaran walaupun pahit rasanya” (HR Ibnu Hibban).

 “Dan berkatalah kamu kepada semua manusia dengan cara yang baik” (QS. Al-Baqarah:83).

“Sesungguhnya segala persoalan itu berjalan menurut ketentuan” (H.R. Ibnu Asakir dari Abdullah bin Basri).

  

2.      Qaulan Baligha (Perkataan Yang Membekas Pada Jiwa)

Ungkapan qaulan baligha terdapat pada surah an-Nisa ayat 63

 “Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka Qaulan Baligha –perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.“ (QS An-Nissa :63).

Jalaluddin Rahmat memerinci pengertian qaulan baligha menjadi dua,qaulan balighaterjadi bila da’i (komunikator) menyesuaian pembicaraannya dengan sifat-sifat khalayak yang dihadapinya sesuai dengan frame of reference and field of experience. Kedua,qaulan baligha terjadi bila komunikator menyentuh khalayaknya pada hati dan otaknya sekaligus.

Jika dicermati pengertian qaulan baligha yang diungkapkan oleh jalaluddin rahmat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kata Qaulan Baligha artinya menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point), dan tidak berbelit-belit atau bertele-tele. Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka.

Sebagai orang yang bijak bila berdakwah kita harus melihat stuasi dan kondisi yang tepat dan menyampaikan dengan kata-kata yang tepat. Bila bicara dengan anak-anak kita harus berkata sesuai dengan pikiran mereka, bila dengan remaja kita harus mengerti dunia mereka. Jangan sampai kita berdakwah tentang teknologi nuklir dihadapan jamaah yang berusia lanjut  yang tentu sangat tidak tepat sasaran, malah membuat mereka semakin bingung..Gaya bicara dan pilihan kata dalam berkomunikasi dengan orang awam tentu harus dibedakan dengan saat berkomunikasi dengan kalangan cendekiawan. Berbicara di depan anak TK tentu harus tidak sama dengan saat berbicara di depan mahasiswa. Dalam konteks akademis, kita dituntut menggunakan bahasa akademis. Saat berkomunikasi di media massa, gunakanlah bahasa jurnalistik sebagai bahasa komunikasi massa (language of mass communication).

“Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar akal (intelektualitas) mereka”(H.R. Muslim).

”Tidak kami utus seorang rasul kecuali ia harus menjelaskan dengann bahasa kaumnya”(QS.Ibrahim:4).

3.      Qaulan Ma’rufa (Perkataan Yang Baik)

Jalaluddin rahmat menjelaskan bahwa qaulan ma’rufan adalah perkataan yang baik. Allah menggunakan frase ini ketika berbicara tentang kewajiban orang-orang kaya atau kuat terhadap orang-orang miskin atau lemah.qaulan ma’rufan berarti pembicaraan yang bermamfaat memberikan pengetahuan, mencerahkan pemikiran, menunjukan pemecahan terhadap kesulitan kepada orang lemah, jika kita tidak dapat membantu secara material,kita harus dapat membantu psikologi.

Qaulan Ma’rufa juga bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat). Sebagai muslim yang beriman,perkataan kita harus terjaga dari perkataan yang sia-sia, apapun yang kita ucapkan harus selalu mengandung nasehat, menyejukkan hati bagi orang yang mendengarnya. Jangan sampai kita hanya mencari-cari kejelekan orang lain, yang hanya bisa mengkritik atau mencari kesalahan orang lain, memfitnah dan menghasut.

Kata Qaulan Ma`rufa disebutkan Allah dalam QS An-Nissa ayat 5 dan 8, QS. Al-Baqarah ayat 235 dan 263, serta Al-Ahzab ayat 32.

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya[268], harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Ma’rufa –kata-kata yang baik.” (QS An-Nissa :5)

“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Ma’rufa –perkataan yang baik” (QS An-Nissa :8).

“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) Qaulan Ma’rufa –perkataan yang baik…” (QS. Al-Baqarah:235).

“Qulan Ma’rufa –perkataan yang baik– dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah: 263).

“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya] dan ucapkanlah Qaulan Ma’rufa –perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab: 32).

4.      Qaulan Karima (Perkataan Yang Mulia)

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orangtuamu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, seklai kali janganlah kamu mengatakan kepada kedanya perkatan ‘ah’ dan kamu janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Karima –ucapan yang mulia” (QS. Al-Isra: 23).

Dakwah dengan qaulan karima  adalah orang yang telah lanjut usia,pendekatan yang digunakan adalah dengan perkataan yang mulia, santun penuh penghormatan dan penghargaan tidak menggurui tidak perlu retorika yang meledak-ledak. Term qaulan karima terdapat dalam surat al-isra ayat 23.

Dalam perspektif dakwah maka term pergaulan qaulan karima diperlakukan jika dakwah itu ditujukan kepada kelompok orang yang sudah masuk kategori usia lanjut. Seseorang da’i dalam perhubungan dengan lapisan mad’u yang sudah masuk kategori usia lanjut, haruslah bersikap seperti terhadap orang tua sendiri,yankni hormat dan tidak kasar kepadanya,karena manusia meskipun telah mencapai usia lanjut,bisa saja berbuat salah atau melakukan hal-hal yang sasat menurutukuran agama. Dengan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa qaulan karimah adalah perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama.

Dalam konteks jurnalistik dan penyiaran, Qaulan Karima bermakna mengunakan kata-kata yang santun, tidak kasar, tidak vulgar, dan menghindari “bad taste”, seperti jijik, muak, ngeri, dan sadis.

5.      Qaulan Layyinan (Perkataan Yang Lembut)

Term qaulan layyinan tardapat dalam surah Thaha ayat 43-44 secara harfiah berarti komunikasi yang lemah lembut (layyin)

 “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan Qulan Layina –kata-kata yang lemah-lembut…” (QS. Thaha: 44).

Dari ayat tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Qaulan Layina berarti pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati maksudnya tidak mengeraskan suara, seperti membentak, meninggikan suara. Siapapun tidak suka bila berbicara dengan orang-orang yang kasar. Rasullulah selalu bertuturkata dengan lemah lembut, hingga setiap kata yang beliau ucapkan sangat menyentuh hati siapapun yang mendengarnya.Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, yang dimaksud layina ialah kata kata sindiran, bukan dengan kata kata terus terang atau lugas, apalagi kasar.

Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun agar berbicara lemah-lembut, tidak kasar, kepada Fir’aun. Dengan Qaulan Layina, hati komunikan (orang yang diajak berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya tergerak untuk menerima pesan komunikasi kita.

Dengan demikian, dalam komunikasi Islam, semaksimal mungkin dihindari kata-kata kasar dan suara (intonasi) yang bernada keras dan tinggi. Allah melarang bersikap keras dan kasar dalam berdakwah, karena kekerasan akan mengakibatkan dakwah tidak akan berhasil malah ummat akan menjauh. Dalam berdoa pun Allah memerintahkan agar kita memohon dengan lemah lembut, “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lemahlembut, sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas,” (Al A’raaf ayat 55)

6.     Qaulan Maisura (Perkataan Yang Ringan)

”Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhannya yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka Qaulan Maysura –ucapan yang mudah” (QS. Al-Isra: 28).

Istilah Qaulan Maisura tersebut dalam Al-Isra. Kalimat maisura berasal dari kata yasr, yang artinya mudah. Qaulan maisura adalah lawan dari kata ma’sura, perkataan yang sulit. Sebagai bahasa Komunikasi, qaulan maisura artinya perkataan yang mudah diterima, dan ringan, yang pantas, yang tidak berliku-liku. Dakwah dengan qaulan maisura yang artinya pesan yang disampaikan itu sederhana, mudah dimengerti dan dapat dipahami secara spontan tanpa harus berpikir dua kali. Pesan dakwah model ini tidak memerlukan dalil naqli maupun argument-argumen logika.

Dakwah dengan pendekatan Qaulan Maisura harus menjadi pertimbangan mad’u yang dihadapi itu terdiri dari:

·         Orang tua atau kelompok orang tua yang merasa dituakan, yang sedang menjalani kesedihan lantaran kurang bijaknya perlakuan anak terhadap orang tuanya atau oleh kelompok yang lebih muda.

·         Orang yang tergolong didzalimi haknya oleh orang-orang yang lebih kuat.

·         Masyarakat yang secara sosial berada dibawah garis kemiskinan,   lapisan masyarakat tersebut sangat peka dengan nasihat yang panjang, karenanya da’i harus memberikan solusi dengan membantu mereka dalam dakwah bil hal.

BAB III

Penutup

Pentingnya etika dalam proses komunikasi bertujuan agar komunikasi kita berhasil dengan baik (komunikatif) dan terjalinnya hubungan yang harmonis antara komunikator dan komunikan. Hubungan akan terjalin secara harmonis apabila antara komunikator dan komunikan saling menumbuhkan rasa senang. Rasa senang akan muncul apabila keduanya saling menghargai, dan penghargaan sesama akan lahir apabila keduanya saling memahami tentang karakteristik seseorang dan etika yang diyakini masing-masing.

Johannesen (1996: 11) menyatakan bahwa komunikasi yang etis bukan hanya serangkaian keputusan yang cermat dan reklektif, serta berkomunikasi dengan cara yang bertanggungjawab dan etis, melainkan penerapan kaidah-kaidah etika secara berhati-hati, kadang-kadang tidak mungkin dilakukan. Tekanan yang dihadapi mungkin saja terlalu besar atau batas waktunya terlalu dekat untuk membuat suatu keputusan sehingga tidak ada waktu yang cukup untuk mempertimbangkan secara mendalam atau kita kurang memahami kriteria etika yang relevan untuk diterapkan. Situasinya mungkin begitu unik sehingga kriteria yang dapat diterapkan tidak segera terlintas dalam benak. Dalam saat-saat kritis, keputusan kita mengenai komunikasi etis muncul bukan dari pertimbangan yang mendalam, melainkan lebih dari karakter yang terbentuk dalam diri kita sendiri.

Etika komunikasi merupakan bagian dari upaya untuk menjamin otonomi demokrasi. Etika komunikasi tidak hanya berhenti pada masalah perilaku aktor komunikasi (wartawan, editor, agen iklan, dan pengelola rumah produksi). Etika komunikasi berhubungan juga dengan praktek institusi, hukum, komunitas, struktur sosial, politik dan ekonomi. Lebih dari itu, etika komunikasi selalu dihadapkan dengan berbagai masalah, yaitu antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab terhadap pelayanan publik. Etika komunikasi memilik tiga dimensi yang terkait satu dengan yang lain, yaitu aksi komunikasi, sasaran dan tujuan.

Dalam perspektif umum ini, etika komunikasi dibagi menjadi beberapa bahasan yaitu, etika komunikasi antarpersona, etika komunikasi antarbudaya, etika komunikasi massa. Lalu terdapat juga etika komunikasi dalam perspektif islam.

Dalam persperktif Islam, komunikasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia karena segala gerak langkah kita selalu disertai dengan komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi yang islami, yaitu komunikasi yang berakhlak al-karimah atau beretika. Komunikasi yang berakhlak al-karimah berarti komunikasi yang bersumber kepada Al-Qur’an dan hadits. A. Muis (2001:720) mengatakan komunikasi islami memiliki perbedaan dengan non-islami. Perbedaan itu lebih pada isi pesan (content) komunikasi yang harus terikat perintah agama, dan dengan sendirinya pula unsur content mengikat unsure komunikator. Artinya, komunikator harus memiliki dan menjunjung tinggi nilai-nilai etika dalam menyampaikan pesan berbicara, berpidato, berkhotbah, berceramah, menyiarkan berita, menulis artikel, mewawancarai, mengkritik, melukis, menyanyi, bermain film, bermain sandiwara di panggung pertunjukan, menari, berolahraga, dan sebagainya.

Kemudian, seorang komunikator tidak boleh menggunakan simbol-simbol atau kata-kata yang kasar, yang menyinggung perasaan komunikan atau khalayak, juga tidak boleh memperlihatkan gerak-gerik, perilaku, cara pakaian yang menyalahi kaidah-kaidah agama.

Menurut A. Samover “ We Cannot Not Communicate” oleh karena itu,manusia tidak dapat terhindar dalam interaksi sesamanya. Soal cara (kaifiyah), dalam Al-Quran dan Al-Hadits ditemukan berbagai panduan agar komunikasi berjalan dengan baik dan efektif. Kita dapat mengistilahkannya sebagai kaidah, prinsip, atau etika berkomunikasi dalam perspektif Islam.

Kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam ini merupakan panduan bagi kaum muslim dalam melakukan komunikasi, baik dalam komunikasi intrapersonal, interpersonal dalam pergaulan sehari hari, berdakwah secara lisan dan tulisan, maupun dalam aktivitas lain.

Dalam berbagai literatur tentang komunikasi Islam kita dapat menemukan setidaknya enam jenis gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam, yakni Qaulan Sadida, Qaulan Baligha, Qulan Ma’rufa,  Qaulan Karima, Qaulan Layinan, dan Qaulan Maysura.

Daftar Pustaka

Saefullah, Ujang. 2007. Kapita Selekta Komunikasi, Pendekatan Budaya dan Agama.

Bandung : Simbiosa Rekatama Media.

http://arshadgraffity.blogspot.com